“Kalau mau sukses harus ke Jakarta.” Pandangan tersebut masih sering muncul dalam benak orang, sadar-tidak sadar. Ibu kota menawarkan segala kemudahan, apa pun yang kita inginkan sangat mungkin terwujud di sini. Tak heran jika banyak yang percaya “hijrah ke Jakarta” satu-satunya jalan “menjadi orang”. Apalagi untuk musisi-musisi baru yang berasal dari luar pulau Jawa. Mereka merasa karyanya kurang terekspos lantaran ekosistem musik Tanah Air menganakemaskan musisi ibu kota dan daerah sekitarnya. Chandra Raditya kurang sepakat dengan mentalitas semacam itu. Pemuda yang memainkan drum untuk Astera itu melihat peluang untuk berkarya dari mana saja terbuka lebar seiring pesatnya media digital. Menurutnya, siapa saja bisa menunjukkan potensi terdalam mereka, di mana pun mereka berada. “Kami rasa semua daerah sudah sama-sama saling grow up. Mau kita mulai dari mana pun, kita bisa kok keep going on… selama kitanya ada kemauan untuk menghidupkan karya itu,” ujar Chandra. Ia dan teman-temannya—Rio Bagastyan (lead vocalist), Raden Bagus (gitar, vokalis), dan Dode Debby (gitar, vokalis)—selalu menerapkan prinsip ini selama ngeband bareng di Bali. Unit pop yang terbentuk secara iseng-isengan saat mereka masih SMP, kini begitu produktif menciptakan lagu-lagu baru. Tak tanggung-tanggung, mereka mampu mengeluarkan dua album kurang dari setahun. Malahan ya, VICE dapat bocoran kalau Astera sedang mempersiapkan sesuatu. Proyek baru mereka rencananya dirilis pertengahan tahun kalau tidak ada halangan. Semua ini mereka kerjakan di sela kesibukan tur promo album keduanya, “Better Days”. Sesuai judulnya, ke-11 lagu dalam album ini mencerminkan prinsip-prinsip yang mereka pegang tadi. Keempatnya percaya hidup terasa lebih berkesan jika kita siap menghadapi setiap fase yang ada. “A Better Life” akan kita dapatkan kalau kita terus berusaha dan tak gentar dihadang tantangan. Makna tersirat album ini sudah dirasakan langsung oleh Astera. Mereka sedang menikmati hari-hari baiknya. #MusisiSorotanVICE 📸 @/maliinthesky__ 📹 @/astera_ina

Komunitas seniman Indonesia telah mengecam penggunaan generator gambar berbasis kecerdasan buatan (AI) sejak dua tahun lalu. Namun, aksi penolakannya (#TolakGambarAI) kian santer berdengung di jejaring sosial beberapa pekan terakhir. Tak sedikit ilustrator lokal menyuarakan kekecewaan mereka pada politikus yang kampanye bermodalkan baliho buatan AI. Generator gambar AI yang tersedia saat ini dinilai tidak etis. Teknologi ini bisa menghasilkan gambar sesuai style yang diinginkan karena telah dilatih untuk menirukan ciptaan tangan manusia. Hanya saja alat latihannya merupakan karya-karya seniman yang diambil tanpa seizin mereka. Itulah sebabnya kehadiran AI begitu ditentang pekerja seni di seluruh dunia. Mereka marah bukan karena takut tersaingi ataupun tidak siap menghadapi kemajuan teknologi. Mereka mengutuk AI karena teknologi ini tercipta dengan cara mencuri karya orang lain. Dalam episode “Re-visi” kali ini, kami menantang sejumlah seniman visual untuk merevisi desain poster kampanye buatan AI. #viceindonesia

Cuplikan video ceramah Mamah Dedeh bolak-balik seliweran di linimasa media sosial beberapa pekan terakhir. Dalam salah satu klip viral, ustazah bernama lengkap Dedeh Rosidah ini menanggapi curhatan seorang jemaah yang suaminya berselingkuh dengan iparnya sendiri. Mamah Dedeh mendukung perempuan itu untuk menceraikan sang suami. Mamah Dedeh sukses menembus dominasi pemimpin agama lelaki sejak acara religi yang ia pandu disiarkan saluran televisi nasional Indosiar sekitar 2007 silam. Ia terkenal dengan gaya tausiahnya yang kocak, blak-blakan, bahkan tak ragu menyinggung topik-topik tabu bagi pemirsanya. Kalau kalian ingat, ada video Mamah Dedeh menyemprot ibu mertua yang masih mencampuri urusan rumah tangga anaknya. VICE Indonesia pernah menelusuri apa yang membuat Mamah Dedeh meraih popularitas sedemikian masif. Pada Ramadan 2018 silam, kami mengikuti syuting Mamah Dedeh dan melihat aksi sang Mamah berdakwah di hadapan ratusan penggemar fanatiknya. #viceindonesia

Baliho capres-caleg yang bertebaran setiap musim kampanye membuat kondisi jalanan yang sudah dari sananya semrawut makin tak sedap dipandang. Boro-boro desainnya menarik, mayoritas atribut kampanye cuma memampangkan foto narsis pejabat yang dibubuhi slogan-slogan bombastis. Tapi, ada satu poster kampanye yang menarik perhatian warga Jakarta di momen pemilu kali ini. Caleg yang ada di poster itu memamerkan foto editan bersama kucingnya, alih-alih menyilangkan tangan dengan senyum lebar seperti caleg-caleg lainnya. Sebagai pembuka seri teranyar VICE, “Re-visi”, kami mengajak sejumlah seniman visual mengulas desain poster tersebut. #viceindonesia

Kalau kamu anak X atau minimal udah baca artikel VICE minggu lalu, kamu pasti tahu salah satu eskalator mati di Stasiun Bekasi selama berbulan-bulan jadi sorotan. Eskalator ini sebenarnya sudah rusak dari setahun lalu dan berkali-kali dikeluhkan warga secara acak lewat medsos. Mega, yang merupakan pengguna setia KRL Bekasi-Jakarta Barat, sudah jengah dengan mangkraknya eskalator stasiun. Perempuan itu memutuskan protes tiap hari lewat akun X @pernebangroket sejak Oktober tahun lalu. Saat wawancaranya dengan VICE, kami sempat bertanya benar tidaknya Mega berniat menggelar acara 100 harian “wafatnya” eskalator. Acara itu ternyata betul-betul direalisasikan. Kemarin malam (31/1), ada sekitar 20 orang yang ikut aksi damai itu. Mereka membawa properti karangan bunga, miniatur kuburan, dan cetak foto eskalator berhiaskan tulisan “innalillahi wainnailaihi rajiun”. #viceindonesia 📸 pernebangroket via X/Twitter