Ibuku sebenarnya adalah orang yang cerdas. Sayang sekali, kemiskinan merontokkan mimpi-mimpinya. Ia sekolah hanya sampai kelas lima SD, lalu terpaksa keluar karena sakit lama. Setelah sembuh, ia diharuskan orangtuanya untuk bekerja, ikut memenuhi kebutuhan keluarga. Semenjak itu, ia tidak lagi berada di bangku pendidikan. Ketika ia menjadi seorang ibu, ia bekerja sebagai buruh tani di sawah orang lain. Kadang tandur, matun, ngangsak, dll. Aku adalah orang yang jarang punya waktu lama berbincang dengan ibu. Karena ketika kecil, setiap kali bangun tidur, aku tidak menemukan apa pun selain makanan yang sudah disiapkan di dapur dan uang jajan yang ditaruh di bawah kasur. Ibu bekerja mulai pagi sekali, pulangnya sore hari. Tapi meskipun begitu, aku tahu ibu sebenarnya ingin selalu bersama anak-anaknya. Hanya saja, pekerjaannyalah yang membuat waktu kami tidak leluasa bersama. Ketika ibu sakit dan aku sudah bisa bekerja, sudah bisa hidup mandiri, untungnya aku punya banyak waktu untuk menemani ibu. Ketika ia meninggal dunia, aku merasa sangat terpukul. Beberapa bulan aku tidak bersemangat menjalani hidup. Rasanya kosong. Rasanya hampa. Rasanya sangat berbeda. Tapi, hidup mesti berlanjut kan ya. Alfatihah untukmu, Bu. #ibu #ceritatentangibu